Sunday, September 1, 2013

Tetesan Impian

Matahari kala itu berlahan merangkak naik, menyapu, memasuki setiap celah yang dapat ia tembus masuk. Eunike, seorang remaja yang sebentar lagi akan menghadapi Ujian Nasional tingkat menengah terperanjak kaget. "Astaga, jam berapa ini? PR? Tugas? Aaaaaaaaa, kenapa aku bisa ketiduran, God...". teriakannya spontan menyadari bahwa semalam ia tertidur, terlalu lelah membawa rasa lelah yang membebani ruang hatinya. Padahal tinggal beberapa minggu menjelang berlangsungnya ujian nasional yang harus ia lewati jika ia ingin melanjutkan pendidikannya di jenjang yang lebih tinggi lagi.

"Eunike, cepat turun, teman mu sudah menunggumu di bawah" Suara teriakan seorang separuh perembuan paruh baya yang tidak lain adalah ibundanya. " Iya ma, sebentar, lagi sisiran." "Jangan sampe bikin temanmu yang menjemput justru menunggu, cepat turun." "Iya ma, sebentar lagi, bilangin ke Namoi tunggu bentar lagi ma, udah selese kok ini."

Eunike dengan Naomi memang sudah bersahabat sejak lama, mereka sudah mengenal satu sama lain sejak SD dan SMP. Kini mereka berdua sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi UN yang sebentar lagi akan berlangsung. Setelah semuanya telah dianggapnya selesai, Eunike segera menyambar 1 potong roti yang ada di meja makan, sembari berlari berpamitan dengan ibundanya, meminta restu untuk menjalani hari pagi itu. "Ma, berangkat dulu."

***

"Naomi, aku boleh cerita sesuatu sama kamu ngga? Belakangan pikiranku keganggu banget nih"
"mau cerita apa Eunike, cerita aja, aku pasti dengerin kok, siapa tahu aku juga bisa kasih solusi." jawab Naomi sembari memperlihatkan senyumannya yang ramah.
"Tapi kamu janji jangan kasih tahu hal ini ke siapun yaaa"
"Iya aku janji kok Eunike, aman rahasiamu di aku, tenang aja" lagi-lagi Naomi menjawab dengan senyuman tawanya.

Akhirnya Eunike menceritakan semua yang ada dalam perasaannya. Menceritakan secara mendetail apa yang menjadi setiap beban yang harus hatinya angkat. Meski tergolong masih remaja, mereka berbincang selayaknya sepasang orang dewasa yang sedang membicarakan rumah tangga mereka, bertukar pikiran, mencari jalan keluar bersama-sama.

***

Eunike sebenarnya adalah seorang gadis remaja yang kurang menonjol di sekolah, maklum, karena sekolah saat itu hanya mementingkan kemajuan kognitif, jadi jika kemampuan kognitifnya lemah, dia dianggap tidak menonjol di sekolahnya. Hal itu juga yang akhirnya membuat ibunda dari Eunike mencarikan tempat baginya untuk belajar lebih lagi, berkat kenalan dari sanak sodara, akhirnya Eunike dileskan dengan seorang guru les private. Semua itu diharapkan untuk membantu Eunike dalam kemampuan kognitifnya. Benar - apa yang diinginkan oleh sang orang tua terjadi, Eunike akhirnya meningkat secara kognitif. Namun hal ini memiliki cerita lain sendiri bagi Eunike, seorang remaja putri yang baru pertama itu mendapatkan "perhatian" yang belum pernah ia dapatkan dari lingkungan sekitarnya.

Awalnya, hubungan Eunike dengan Michael layaknya guru dengan murid, ya selain memang sudah semestinya begitu, Michael yang saat itu menjadi tutor belajar Eunike juga memiliki selisih usia yang dirasa tidak mungkin jika mereka memiliki hubungan khusus. Namun karena memang Michael adalah seorang yang ramah dan pintar dalam bergaul, ia dapat dekat dengan siapa saja. Namun hal itu dipandang lain oleh Eunike, ia merasa hatinya disiram sesuatu yang belum pernah ia rasakan. Mungkin sebagian orang dengan cepat akan mendefinisikan hal itu dengan - cinta.

Setiap Eunike mengalami kesulitan, baik dalam belajar maupun berteman, Michael lah yang selalu ada buatnya. Selalu menemaninya, ia yang selalu memberikan motivasi bagi remaja putri ini untuk melakukan suatu hal yang benar. Bahkan Michael juga yang pertama mengantongi ijin dari orang tua Eunike untuk mengajak remaja putri ini bepergian dari rumah. Ya sepertinya bunga-bunga asmara yang ada di hati Eunike bermekaran, tumbuh dengan subur, hingga benar-benar ia merasakan suatu hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

***

"Terus apa yang jadi masalah kalo yang aku dengar dari ceritamu ini adalha hal yang sangat indah bagimu?" tanya Naomi memotong cerita dari Eunike.
"Justru ini yang jadi masalahnya, entah kenapa belakangan ini dia sangat berubah, mi. Dia udah ngga pernah hubungin aku lagi, dan sepertinya dia justru lebih dekat sama Lidya, murid barunya." jawab Eunike. "Aku ngga bisa, mi. Aku ngga sanggup kalau harus kehilangan dia, dia yang biasa jadi motivasiku waktu aku ulangan harian, dia yang jadi motivasiku waktu aku banyak masalah, dan sekarang sebentar lagi kita kan UN, dan aku harus kehilangan dia yang selalu memberikan impian ke aku? Aku ngga sanggup, mi." lanjut Eunike sambil matanya yang mulai berkaca-kaca.
"Kamu tuh lucu ya, masa galau gara-gara soal cowo. heeee." Jawab Naomi dengan ringan.

Obrolan mereka berlanjut, Eunike berusaha mencurahkan apa yang ada dibenaknya. Apa yang menjadi segala beban dan keluh kesahnya. Ia sangat takut, ketika Impiannya itu menetes dan mengalir ke sungai dengan aliran yang lebih menjanjikan daripada kepunyaannya. Eunike belum sanggup menerima hal itu, hatinya masih terlalu rapuh.

"Aku kan cuma butuh motivasinya, aku cuma butuh semangat seperti biasanya darinya. Hanya itu, sebentar lagi aku Ujian Nasional. Aku seperti ngga sanggup" batin Eunike dalam hati.

***

Ujian Nasional berlalu, Eunike berhasil lulus, ia melewatinya dengan teriakan dalam hati, tak bersuara, namun sangat keras. Harapannya mendapat sepotong semangat dari seorang yang diimpikan, melayang terbang, hanyut terbawa arus air yang begitu kencang menabrak dinding-dinding hatinya. Setidaknya terlihat sedikit senyuman kecil di ujung bibirnya, karena ia bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Tapi tantangan yang dialaminya tidak berhenti sampai disana saja. Beberapa temannya mengetahui kondisi yang dialaminya. Siapa lagi? Ya tentunya jelas Naomi, sahabatnya yang ia percaya, justru tidak dapat menjaga kepercayaannya dengan bijak. Dia menghancurkan keterbukaan yang sedang Eunike bangun, membuatnya kembali menjadi seorang yang susah untuk percaya.

Selain itu, Michael sempat memberikan pernyataan yang dapat diartikan sebagai sebuah harapan bagi Eunike, tapi kembali, hanya sebuah harapan kosong. Kesakitan kembali menyelimuti didnding hati Eunike, remaja yang baru saja menginjakan kaki di jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Rasa sakitnya, ketika tidak mendapatkan perhatian darinya, ketika melihatnya begitu dekat dengan wanita lain. Kembali lagi, ya sudahlah.

Impiannya kini telah berlalu, Eunike ingin menyongsong masa depannya. Meraih asa yang telah lama ia gantungkan di bintang sana. Meski dengan kepedihan yang ia jalani, ia harus menyadari bahwa memang ia bukan ada di hati Michael. Ia belajar bagaimana yang orang sering sebut dengan istilah "move on" tapi tentunya hal tersebut bukanlah perkara yang mudah baginya. Tantangan demi tantangan dihadapinya. Tapi tentunya hal itu akan membuatnya menjadi seorang yang lebih kuat dan siap.

Lantunan lagu MLTR dengan judul "The Actor" saat itu mencoba menghibur hatinya. Ia memang tidak memiliki apa-apa, hanya ketulusan yang berbalut kopolosan yang dimilikinya. Tapi biarlah Sang Penenun Agung yang merajut setiap detail kehidupannya. Membuatnya menjadi seorang yang sangat luar biasa nanti. Asalkan impian yang telah lama digantungnya itu tidak dibiarkan menetes habis, tapi biar terjaga dan siap untuk diraihnya.

Setiap cerita berawal dari debu, dan pasti akan kembali menjadi debu, Nafas yang memberi warna dan keindahan dari tumpukan debu tersebut. Cerita itu yang telah dibatasi oleh waktu, tentu hanya waktu juga yang dapat menjawabnya, ini hanya soal waktu. Tak perlu berlama-lama tersayat oleh perasaan sedih ini, semua yang telah diberikan untuk nya yang paling dikasihi dan ditolaknya, tentu hanya soal waktu, ketika nanti dia tersadar betapa besar apa yang sebenarnya akan diberikan utuknya, meskipun terbungkus sebuah kesederhanaan dari arti ketulusan.

"Terimakasih Impianku, tak akan aku biarkan kamu menetes habis. Kelak aku kan meraihmu, meraih Impianku. Karena Impianku tidak hanya terpatok pada kehadiranmu Michael. Impianku ini bukan sebuah mimpi yang kecil, ini suatu hal yang jauh lebih besar lagi."

***

No comments:

Post a Comment