Wednesday, July 28, 2021

Berani Bermimpi

Sering kita bertanya-tanya, tentang bagaimana keindahan Aurora di Murnmask ala perang dunia kedua.
Kadang kita juga berandai-andai, tentang bagaimana hangat senja dengan balon udara di Cappadocia.
Tapi apakah benar hanya Angels Fall di Venezuela yang punya keindahan tentang ketinggian?
Atau, hanya Borobudur yang tersembunyi di perbukitan Magelang, yang bisa mendefinisikan tentang kemegahan?

Aku kira kita semua sering bertanya-tanya, dari definisi-definisi kehidupan yang kita jalani.
Lalu, sudahkah kita menemukan pengertian yang sejati, dan juga Ilahi?
Atau hanya sibuk dengan rangkaian kata, rasa, serta cita yang tak lain hanya berpusat pada diri kita?
Dan sekarang, saat pena Sarasaku hendak menuliskan rangkaian mimpi di bulan Januari,
tanganku terhenti, memintaku melihat kembali, sembari berlahan membuka lembaran-lembaran yang telah terisi.

Yang tak kusadari sudah hampir 19 bulan aku habiskan bersama.
Dari masa, dimana aku akhirnya terpapar tentang bagaimana Kurikulum Kristen harus benar-benar didaratkan oleh seorang guru,
dari waktu dimana aku juga punya kesempatan untuk ikut kelas ibu Najela, yang tak pernah kudapatkan sebelumnya.
Serta kesempatan, dimana berlahan aku berpindah "agama" ke Microsoft. 
Atau cita yang menjadi nyata, outing bersama keluar kota, menepi untuk kembali memaknai apa yang sedang dijalani.
Semua tadi, rasanya begitu luar biasa, singkat tapi begitu berharga.
Terlebih nuansa keluarga yang begitu mengena.
Dan kini, sepertinya aku tak perlu keliling dunia.
Hanya untuk bisa bertemu Albert Einstein, Bunda Theresa, Nelson Mandela, Angela Merkel, Anne Frank, atau sebutlah tokoh-tokoh lainnya yang mengubah dunia.
Jika dalam perjalanan hidupku, aku boleh mengenal secara personal rekan-rekan disini, yang begitu besar dan begitu berpengaruh pelayanannya dalam pendidikan negeri tercinta ini. Sungguh luar biasa, sungguh begitu besar kasih yang terus mengalir ke dalam pribadiku.
Dan benar, aku tak perlu ke Murnmask untuk menikmati aurora, atau pergi ke Cappadocia untuk menikmati senja. Aku hanya perlu mengerti sebenarnya apa yang Tuhan inginkan terjadi di pribadi ini.
Dan jika memang nanti aku harus menjadi lilin, yang habis untuk menerangi sudut kotaku, biarlah itu terjadi. Ijinkan kini, langkah kaki ku memilih jalan yang lain, menapaki mimpi, serta mencari definisi tadi. Bekal yang telah kalian sematkan tersimpan rapat di benak hati, terbungkus rapi dalam sanubari.
Terimakasih telah menjadi inspirasi dan juga motivasi selama ini.
Dan nanti, ketika sejenak kita menengok tentang hari ini,
Bersukacitalah, karena kita masih di bawah payung yang sama,
kita masih dibawah cinta yang sama.
Indonesia.

Tuesday, February 23, 2021

Kata-kata dan Dunia dibelakangnya

Seseorang bertanya, apa isi kotak dipojok meja sana,
ku tak balas dan hanya tersenyum tipis kepadanya.
Seseorang menyapa, bolehkah aku intip apa isi
kotak dipojok meja itu?
Tetap, ku memilih berdiam tanpa jawab.
Seseorang meminta, bolehkan aku tunggu nanti kau membuka kotak dipojok meja?
Aku hanya tersenyum dan tak tahu sampai kapan ia mau menunggu.

Ini bukan kotak pandora,
Bukan seperti kota Havana di Kuba
Ini bukan kotak musik
Bukan seperti kota Paris di Eropa Barat.
Ini hanya kotak dengan kata-kata didalamnya.
Ini hanya kotak dengan jutaan mimpi yang mewarnainya.

Kehidupan layaknya labirin dan pilihan-pilihan kita dalam mengambilnya.
Ada saatnya pilihan kita bukan mengantarkan pada pintu keluarnya,
tapi membuat kita harus kembali pada titik awal lagi
Kehidupan ibarat insan di bawah kolong langit bumi ini.
Menyambut matahari di pagi, lalu mengantarnya kembali di sore nanti.

Sesaat ketika bulan yang berjaga,
aku menatap kotak tadi,
kotak kata-kata, kotak yang aku sendiri belum pernah membukanya.
Hanya rajin memasukkan kata demi kata,
Tetap memasukkan mimpi kedalamnya.

Kotaknya, terlihat rapi, meski dengan ribuan kata yang berserakkan didalamnya.
Kata-kata yang bisa jadi tanpa arti,
Kata-kata yang bisa jadi penuh dengan mimpi.

Dan saat nanti aku mengambil kunci kotak itu.
Membuka pandora, dan musik yang melantun pelan.
Berdiskusi, bercerita, berdansa, dan berpadu bersama.
Dan aku yang akan balik bertanya,
Masihkah ada yang peduli dengan isi didalamnya?