Sunday, May 14, 2017

Kita tak mesti Sama


Sejujurnya pengamalanku kemarin bermisi bersama dengan tim yang sangat luar biasa ke Kupang memberi arti tersendiri, khususnya belakangan ini. Tentu banyak sekali hal-hal yang sangat memberkati ku kala itu, disaat kami memiliki misi untuk berbagi, tapi tamparan keras bagiku adalah aku menerima banyak hal, bukan sebaliknya.

Kesempatan ini aku ingin beercerita tentang pertanyaan yang masih tertinggal dalam benak ini, menanggapi hal-hal yang sedang terjadi. Teruntuk pendiri negeri ini, sebenarnya apa yang ada di dalam benak kalian kala itu? Secara kasar, hampir aku tidak menemukan persamaan, tentang Jawa dan Kupang kala itu, baik dari geografi, maupun orang-orang yang tinggal di dalamnya. Perjalananku satu minggu, mencoba mencari apa yang sama kala itu jujur tak kunjung membuahkan hasil.

Teruntuk pendiri negeri ini, apakah dulu kalian melakukan hal yang sama? Mencari persamaan untuk sebuah persatuan? Atau kalian menggunakan perbedaan dan persatuan hanya sebagai sebuah soglan untuk kepentingan diri?

Jujur aku masih bertanya, tentang tawa yang aku lihat kala itu, begitu sama tapi begitu berbeda. Masihkah itu akan berlaku, untuk aku yang melipat tangan kala berserah, dengan dia yang bersujud kala menyembah? Masihkah itu akan berlaku disaat aku dan kamu terlahir dengan warna yang berbeda? kondisi yang tidak sama? atau keluarga yang memiliki cerita berbeda?

Teruntuk pendiri negeri ini, apakah aku layak bertanya?
Siapa yang sebenarnya gagal?
Didikanmu? atau Egoismeku?

Mati Satu Tumbuh Seribu

Belakangan sepertinya dunia media sosial sedang diramaikan dengan berita-berita berkaitan dengan keadilan, kebeperpihakan, toleransi, serta tentang kesatuan maupun perpecahan. Satu demi satu kejadian bermunculan sebagai respon atas jatuhnya hukuman penjara selama dua tahun untuk gubernur Jakarta, Basuki C. P. (Ahok). Munculnya berita tersebut berasal dari pihak pro maupun kontra, dan dua-duanya memiliki argumentasi-argumentasi yang sama-sama kuat.

Pihak yang kecewa dengan putusan hakim membuat gerakan yang sangat masif, bahkan secara luar biasa hingga menular ke seluruh pelosok negeri. Bukan tanpa alasan, ini bukan soal siapa yang dihukum, namun tentang penegakkan keadilan serta kesatuan berbangsa dan bernegara. Sedangkan pihak satunya yang telah meminum air kelapa segar ketika mendengar hasil perhitungan KPU untuk pilkada DKI Jakarta, merespon dengan santai. Meskipun tetap nada-nada keras dan adu sinis tetap muncul sesekali.

Untuk alasan inilah kadang The Sleeper menjadi malu, atau bisa dikata cukup sedih. Ya, tentu sedih untuk hal-hal yang terjadi dengan saudara-saudara The Sleeper, namun jika dilihat jauh lebih dalam, ini membuktikan bahwa the sleeper masih memilih untuk tidak memilih. Nah, ranah abu-abu ini yang memang cukup berbaya. Kenapa? karena akan sangat sulit menentukan mana itu benar, dan mana itu salah. Di satu sisi, berargumen ada baiknya, itu menandakan ada hal yang memang dipegang sebagai sebuah kebenaran, at least untuk dirinya pada saat itu. Namun tentu cara yang elegan dalam menyampaikan pendapat tetap menjadi hal yang diperlukan. Apalagi ketika ingin menyampaikan pendapat yang menurutnya benar, janganlah mengurangi atau menambahinya, cukup cari sumber yang kredibel serta tampilkan itu dengan comprehensive, itu yang akan membuat saudara the sleeper lebih inspiratif lagi.

The Sleeper kira, masih banyak orang yang gagap dengan perpolitikan, anggaplah The Sleeper sendiri. Jadi, para saudara The Sleeper yang terkasih bisa dong jangan mempengaruhi atau menyusupkan konspirasi negatif. Berbagi hal-hal yang menyejukkan memang lebih susah dibanding menyebarkan hal-hal yang mengundang pertengkaran. Buat saudara yang ada di kanan, maupun yang ada di kiri, The Sleeper hanya ingin, Indonesia itu maju, malu sama tetangga :D. Jadi selamat menyampaikan pendapat, selamat menyampaikan kebeperpihakan, selamat menyampaikan kebenaran, The Sleeper tunggu itu dengan cara-cara yang kreatif dan elegan, tanpa mengandung kebencian, maupun penghancuran.

Wednesday, May 10, 2017

Fleksibilitas dalam Penundukan Diri

Prolog
Begitu mendengar kata Mission Trip, tentu banyak hal2 yang secara cepat pop up dalam pikiran saya kala itu. Cerita berawal ketika saya dipercayakan dengan beberapa guru lain untuk mendampingi beberapa anak2 menuju ke beberapa tempat yang sudah di tentukan. Sambil masih cukup excited menunggu kemana saya akan mendampingi, karena jujur saya sangat ingin ke pulau Sulawesi dari dulu dan tentunya sangat berharap mendampingi ke daerah sana, tapi seketika kata Kupang mengagetkan hayalanku tadi. Kupang, ya Kupang kota yang kata orang panas, kota yang kata orang penuh dengan orang2 yang seram, tapi syukurlah, saya kesana dengan rekan yang memang asli orang sana.

Singkat cerita pendaftaran mulai di buka dan anak2 mulai berantusias mendaftar. Tujuan pribadi mereka juga beragam, ada yang ingin mendapatkan pengalaman, ingin berbagi, hanya ingin jalan2 atau yang hanya karena tuntutan kewajiban saja, tapi itu awal, semoga prosesnya tidak demikian :D.

Lalu karena ada dua grup menuju Kupang akhirnya saya di percayakan mendampingi grup kedua, alias Kupang2. Sedangkan rekan saya tadi mendampingi Kupang1. Proses persiapanpun dimulai, dari penentuan tujuan lokasi, kegiatan, goal utama, dan hal2 pretilan lainnya. Hal itupun harus di lalui bersamaan dengan panitia UPHC Fest, koreksi tugas dan lainnya, namun itulah tantangannya.