Sunday, December 4, 2016

Nobody Knows


Hei Gie, sekarang sudah masuk bulan Desember, bulan dimana kau dilahirkan di tanah air ini, bulan yang sama juga dimana alam memanggilmu kembali kepelukan Ilahi. Badai besar melanda ibu kota dan sekitarnya Gie, tapi tenang tak separah badai yang mustinya bisa kita rasakan ketika Gunung menjadi pijakan kaki kita, dimana angin yang menyejukkan berubah menjadi satu hal yang sangat mematikan. Ngomong-ngomong bagaimana kehidupan disana Gie? Apa kau menyesal dengan tak selamat dari Semeru kala itu? Atau kau justru bersyukur atas kejadian itu? Aku ingin tahu jawabannya Gie, tenang, tak perlu kau jawab sekarang, nantipun ketika kita bertatap tak apa.

Aku kemarin kehilangan nurani dan akal sehatku, Gie. Bayangkan saja, aku melakukan hal yang akupun tak pernah mampu membayangkannya. Tapi itu mengingatkanku akan kata-katamu, tidak ada orang yang mampu melihat masalah yang aku lihat, tidak ada orang juga yang mampu merasakan penderitaan yang aku rasakan. Aku sekarang justru menumpulkan kemampuanku, bukannya justru meruncingkannya. Bagaimana ya Gie, namanya hidup ini memang tak mampu dijalani dengan puisi-puisi saja, tak mampu dijalani dengan janji-janji semata. Ada hal-hal yang sifatnya bukan duniawi, yang aku sebagai umat dunia ini tak mampu mentranslatenya. Itulah mengapa aku bertanya, siapa tau kau mampu membantu, Gie.

Tuturku mati, pandanganku kabur, raba tanganku pun telah kaku Gie, lalu ini apa lagi? Hari ini mungkin baik bagiku mencari hati nurani, yang telah lama aku tinggal entah dimana. Jika nanti aku sudah menemukannya, aku rela cepat bertemu dengan mu Gie. Tapi tunggu dulu, aku masih butuh sedikit waktu, lagi.