Wednesday, March 29, 2017

Tanya di akhir Kata

Terlalu rumit untuk menjadi sebuah cerita, dan terlalu singkat untuk menjadi sebuah tulisan. Kejadian demi kejadian yang boleh terjadi di sekitaran belakangan ini membukakan banyak hal. Dari yang bersifat personal maupun sebaliknya. Hal itu berujung pada konsekuensi yang sarat akan logika serta emosi. Jujur aku tak mampu banyak bertingkah, mulutku kaku, tingkahku masih penuh ragu. tapi biarlah ini menjadi sebuah warna dalam langkah kehidupanku.

Aku hanya ingin bertanya, mana yang lebih baik, antara sebuah senyuman dan kehalusan tapi berisi tentang kebencian dan kepuasan diri? Atau bicara tentang kepolosan yang berisi hasutan penuh kejatahan? Mungkinkah aku memilih bunga yang tak sedap baunya tapi masih berada dalam pohon yang berakar dalam? Atau aku lebih memilih bunga yang berbunga wangi namun tak berada pada pohonnya lagi, yang menunggu waktu untuk akhirnya menjadi layu, bukan menjadi buah? Entahlah.

Kisah tentang seekor ayam kecil yang begitu bersemangat menjalani hidup, begitu bertalenta dalam mengepakkan sayap dan mencari benih-benih diantara rerumputan. Namun tergeletak lemas, menyadari bahwa hidupnya adalah seekor anak ayam yang harus ditinggalkan sang induk, demi melatih kemampuan survivalnya?

Kisah tentang selembar daun yang terhuyung-huyung menikmati sapuan sang angin, hingga lupa bahwa dia tak lagi berada diranting pohon lagi. Menikmati, hingga menjadi lupa bahwa ada saatnya nanti ia akan tergeletak ketika tak ada angin yang membawanya terbang lagi?

Sebenarnya kemana arah ini semua? Lalu bagaimana menyikapi ini semua? Menemukan jawaban atas pertanyaan memang tak semudah meletakkan tanya diakhir sebuah kata.

Monday, March 13, 2017

Dota 2

Hei,
Kamu yang telah mencuri malamku,
Kamu yang telah menyita waktu tidurku,
Kamu yang mampu mendengar kata-kata dari jembatan mimpiku,
Harus aku apakan sebenarnya dirimu?

Kau bukan narkobaku, kau juga tak mampu membuatku merasa candu,
Lalu kenapa kau tetap mampu masuk dalam labirin rumit hidupku?
Menerobos batasan yang menjadi penghalang?
Mencoba membantuku, melupakan hari-hari berat yang telah berlalu.

Ini tak nyata, ini hanya sekedar ilusi,
Tapi malamku, selalu tersapa, oleh hadir dan celotehanmu.
Biarkan waktu yang akan menuntun,
haruskah aku terus menunggu,
atau memperjuangkanmu?

Tuesday, March 7, 2017

Kebahagiaan vs Keegoisan

Bagaimana mungkin seseorang mampu mengatakan bahwa ia merasa bahagia jika ada hal-hal yang tidak lengkap darinya? Tentu ini adalah salah satu hal yang sangat subjektif, dimana porsi serta standar tentang kebahagiaan itu sangatlah relatif. Lalu adakah ini berhubungan juga tentang keegoisan? Banyak pilihan yang sepertinya akan membahagiaan kehidupan, tapi banyak juga peraturan yang mencoba membatasinya. Aku sependapat, bahwa memang kebebasan kita adalah kebabasan yang terbatas, bukan kebebasan yang sebebas-bebasnya, tapi bagaimana untuk berbahagia? Seringnya ego ini menuntun untuk menabrak keterbatasan itu sendiri, melawannya lalu merebut apa yang dinamakan sebagai sebuah kebahagiaan.

Aku baru merasakan satu pengalaman yang sungguh membahagiakan. Dimana keberuntungan menuntun pada satu jawaban atas sebuah impian. Ada seorang teman memberitahukan kepadaku bahwa sedang diselenggarakan sebuah lomba untuk mendapatkan tiket kelas foto yang termasuk tiket masuk untuk pertunjukkan Java Jazz 2017. Wah, ini tentunya sebuah kesempatan bagiku, sudah sejak 2014 lalu aku ingin mengikuti pertunjukkan musik ini, tapi ada saja kendalanya, entah soal ijin, waktu, atau urusan dompet. Ya, tak ada yang mengira, namaku masuk menjadi salah satu dari 50 orang yang lainnya, yang mendapatkan kesempatan untuk menikmati impianku sebelumya.

Tapi, pikiranku kadang liar, kadang memikirkan, layakkah aku untuk merasa bahagia? Ketika teman yang memberitahukan hal ini, justru tidak mendapatkan kesempatan yang sama. Memang bohong jika aku menjawab bahwa aku tidak bahagia atau biasa saja. Tapi bukankah ini juga bukti bahwa bahagiaku kadang bersebelahan dengan keegoisan. Aku takut justru nantinya bahagia yang orang-orang kejar selama ini akan semakin menjadi-jadi, dan akan mengorbankan kebahagiaan itu sendiri.