Tuesday, February 28, 2017

Maksud dan Tujuan

Pagi ini hari dibuka dengan hujan yang begitu deras, tapi hal itu pun tetap menyisakan pertanyaan semalam. Tentang untuk apa aku perlu berada di puncak sebuah gunung, atau untuk apa aku terus berjerih payah dalam perjuangan yang ada. Begitu kompleknya hidup cenderung membuat aku memilih untuk menjalaninya saja, tanpa perlu memikirkan dan mempertanyakan, bahasa sederhananya let it flow aja. Tapi, benarkah demikian?

Belakangan aku melihat ikan-ikan, berlenggok kesana kemari, lalu berkata, ini ada karena karyaku, ini indah karena keberadaanku. Atau ikan-ikan yang sibuk berenang kesana-kemari, lalu berkata, aku bahagia, aku lebih berwarna dari teman-temanku, tentunya juga merasa lebih layak dibanding keong-keong yang hanya berdiam terpojok di sudut akuarium. Aku juga melihat ikan-ikan yang memilih untuk tenang, memilih diam di air yang tak terlalu bergoyang. Tapi kenapa yang aku lihat semuanya sama, mereka ikan, tak lebih dari makhluk yang hidup yang tinggal dalam sebuah keterbatasan.

Lalu sebenarnya apa? Lalu sebenarnya kenapa?

Aku ingin bertanya, kepada para pendaki. Aku juga ingin bertanya kepada para penulis. Aku juga ingin bertanya kepada para pendidik. Untuk apa berdiri di sebuah puncak, atau untuk apa menuliskan kisah-kisah, atau untuk apa berbagi ilmu-ilmu pengetahuan? Adakah ini hanya sebuah ironi yang berujung pada kepuasan pribadi? Atau sebuah perjalanan skenario ilahi?

Ataukah benar ini merupakan misteri? Dimana hidup adalah pilihan di dalam sebuah pemeliharaan.

Saturday, February 11, 2017

Logika Cerita

Tawa dan air mata mungkin berbeda, senyum dan tangan mengepal mungkin juga tak sama. Februari sudah hampir setengahnya, tapi ini cerita tak kunjung menemukan akhir kisahnya. The Sleeper ingin berbicara tentang sebuah ketidakmungkinan. Entah kenapa tema awal tahun ini banyak bicara tentang hal itu. Tentang rasa-rasa yang bertabrakan dengan logika, yang mungkin orang membacanya sebagai etika.

Awalnya mungkin hanya canda, lalu semua tertawa. Tapi siapa yang tahu bahwa dalam hatinya meneteskan air mata? Orang-orang terlalu sibuk mengartikan sesuatu yang mudah untuk dilihat, lalu mengabaikan cerita yang ada di baliknya. Ketika mungkin orang mengiranya baik-baik saja, tentang senyumnya yang begitu manis dan menyejukkan, siapa yang sangka tanggannya mengepal ingin menghancurkan? Entah, dia pun sebenarnya tak tahu pasti apa yang akan dihancurkan, mungkin dirinya, logikanya, atau perasaannya, entah.

Sebagai manusia kita tak akan mampu mengatur hal-hal apa saja yang akan menimpa diri kita. Termasuk kejutan-kejutan yang istimewa. Yang terkadang menyejukkan, terkadang juga menghancurkan. Tapi itulah nada dalam kehidupan yang penuh dengan cerita-cerita, serta rangkaian rajutan dari Sang Esa. Kita punya dua pilihan untuk meresponinya, memaki-maki serta mengeluhkannya, atau ya, memang menghela nafas, tapi lalu memperjuangkannya. Karena seharusnya kita bisa yakin dan percaya, bahwa cerita memang tak akan selalu manis, apalagi masih di tengah-tengah, tapi yang Punya pasti tahu bagaimana harus mengakhirinya.

Kini ketidakmungkinan itu muncul, mencoba menggerogoti logika, tapi memberikan sedikit rasa, tentang bagaimana hazelnut yang terbungkus dalam sebuah cone. Tentang dinginnya es krim, yang berlahan mengaburkan perih siang panas saat itu.