Monday, July 2, 2018

Menjadi Pribadi Minor

Sepulang menikmati indah senja disalah satu ujung pulau jawa, kami kembali. Tak menarik the sleeper menceritakan hal itu sekarang, the sleeper tertarik dengan salah satu iklan rokok yang yang terpasang besar dan begitu jelas di salah satu sudut kota Jogja. Kira-kira bunyinya "nanti kau juga akan mengerti bahasaku". Hal ini seolah sedang mengkritisi dan mem-persuasi para pembacanya untuk berekspresi sesuai dengan nurani pribadi. Namun dipikir-pikir bukan tentang salah atau benar iklan tadi. Bicara soal bahasa, memang sesuatu hal yang begitu kompleks, dan tak sesederhana ketika kita mengucapkannya sembarang saja.

Apakah benar the sleeper lebih dikenal sebagai tulisan-tulisan bernada minor, yang memuat tentang kesedihan? Apakah benar mengekspresikan hal-hal minor lebih mudah diterima oleh semesta? Entahlah, namun mungkin ini sistem dunia berkembang. Cerita minor dan nada-nada kesedihan membuat pendengar ikut berimpati. Rasa empati mengandung logika bahwa sang pemilik 'pernah' atau ikut merasakan hal yang sama, hal ini tentunya sedikit memiliki kandungan logika bahwa ia artinya telah sedikit lebih baik dari sang pembuat cerita minor tadi. Ini yang menjadi bahaya, bahwa manusia akan jauh lebih lega ketika sesama ada dibawahnya, bukan setara, apalagi berada diatasnya.

Tentu saja bukan demikian seharusnya roda dunia berputar. Tapi nyatanya masih banyak yang alergi mendengar cerita-cerita bernada bahagia, karena didalamnya memang cenderung mengandung banyak unsur egoisme semata. Lalu bagaimana seharusnya seseorang berekspresi? Ia hanya akan baik ketika ia menjadi orang yang dunia tahu dan kenal tentangnya. Mungkin memang the sleeper perlu untuk banyak belajar bagaimana harus menulis merangkai hal abstract yang dapat dimengerti oleh semesta. Atau malah sebaliknya? Mengikuti egoisme liar yang tak peduli tentang fakta tanggapan dunia?