Saturday, November 25, 2017

Perlukah kita Mendengar

Malam ini begitu pekat, suasana memang tidak mencekam, tapi tidak pula menenangkan, beberapa awan sayu-sayu menghalangi pandanganku, pengamatanku pada hal yang paling aku sukai, ya, daun yang menari manis, meskipun tidak sesemangat ketika tak ada hadir ku. Kala itu aku terkejut, ia terbang melayang entah kemana perginya, aku hanya mampu mengamatinya saja, tapi tariannya terasa begitu menjadi-jadi. Ia terlepas dari tempat dimana ia harusnya berada, ranting telah kehilangan dirinya, tertiup angin yang memang menghempas cukup kencang.

Lalu aku berusaha bertanya padanya, kenapa dia membiarkan angin itu membawa pergi dirinya, aku tahu keputusannya akan membuatnya tak berarti lagi. Baik bagi dirinya, atau pohon dimana ia besar bersama. Jawabannya pun cukup mencengangkan, dimana ia berkata bahwa angin tak salah, hanya ia saja yang tak mampu berpegang erat pada ranting dahan itu.

Pohon, oh, kenapa kamu begitu tega membiarkannya terlepas begitu saja, sebenarnya ada apa ini? Apakah ini hanya adu kekuatan antara angin dan pohon? Lalu favoritku yang menjadi korbannya? Lalu apa yang bisa dibanggakan kali ini? Akh sudahlah, dia pun begitu rendah hati tak mau menyalahkan siapa-siapa. Aku pun tak berani berkata lebih, aku tak punya kekuatan untuk menolongnya. Biarkan tanah menerimanya, mengijinkan untuk daun itu istirahat dan membusuk di dalamnya. 

Aku yang hanyalah bulan, yang mampu menunjukkan diri pada gelap hari. Seandainya, antara pohon atau angin sebentar saja mendengarkan dirimu, daun, tak akan kau menjadi korban seperti ini. Syukurlah kau masih begitu besar hati, mengakui bahwa kamu pun luput untuk berpegang erat.