Thursday, February 28, 2013

Sepucuk surat tentang Urat

Memori telah memudar seiring ditelannya usia, tak dapat diingat pasti tentang kejadian kala itu. Malam telah menyelimuti desa Giyanti, sebuah pemukiman dengan sejuta budaya dan tak pernah lepas dari pelukan sang awan. Gelap telah telah menguasai dunia kala itu, tapi tiap rumah masih memiliki penawarnya, biasa disebut sebagai "dian". Sebuah penerang tradisional yang mampu memberi sedikit harapan dan cahaya di tengah kegelapan yang menguasai.

Panggil saja Sasangka, bayi berusia 2 tahun yang sedang asik belajar bagaimana cara untuk melangkah. Kedua lengannya telah terbentuk, sayang kakinya belum mampu untuk menopang tubuhnya, hanya lutut yang membantunya untuk melakukan mobilitas kala itu. Hatinya diselimuti oleh sejuta gundah, kegelapan yang mencekam membuatnya merasa dunia ini sungguh menyeramkan. Kedua orangtuanya telah terbuai mimpi, capai seharian membanting tulang memeras keringat demi harapan kehidupan.

Kegundahan yang dirasakan tidak membuatnya terlelap dalam gelap malam, justru pikirannya berpetualang tentang apa yang dapat didapati ketika ia gelap terkalahkan oleh terang. Keinginannya tersebut ia wujudnyatakan dengan pergerakannya mendekati sumber cahaya tersebut, yang lebih sering disapa dengan sebutan dian. Cahaya, impian, petualangan, bercampur menjadi satu, apa yang akan terjadi jika,,, "aku dapat meraihnya..."

Tembok batu dingin itu ia rambati demi meraih tujuannya, merasakan cahaya yang dapat mengalahkan kegelapan. Sungguh suatu impian yang akhirnya menyadarkannya, bahwa impian tak selamanya ramah, perlu perjuangan untuk menyatakannya. Panas dan perih harus ia rasakan ketika hasrat meraih mimpinya telah bulat menjadi satu. Panas dian membakar sebagian tangannya, sebuah alat yang Tuhan berikan dan percayakan untuk membantu meraih setiap benda maupun angan yang ingin kita raih.

Baginya pengalaman tersebut, tidaklah sebatas perasaan sakit akan panas, namun menjadi bekal dan menjadi sumber kekuatan. Impian akan terus menyala, menuntun setiap langkah, membawanya menuju semakin dekat. Urat? hanya sebatas sisa tentang cerita pengalaman bermain dengan impian. Ya, karena Hidup ini berawal dari Mimpi, harus ada mimpi biar Hidup ini tetap menjadi Hidup. Meskipun panas dan perih harus menjadi harga yang harus dibayar.

No comments:

Post a Comment