Saturday, November 23, 2013

Kota tanpa Suara

Akhirnya, ngga terasa udah hampir beberapa hari, bahkan minggu ngga update di halaman ini, dan sekarang untung ada waktu buat aku nulis tentang apa yang telah terjadi, dan telah aku alami selama 4 bulan kebelakang. Menyambung dari post sebelumnya, sebenernya aku juga masih bingung apa yang aku harus tulis dari semuanya yang telah terjadi selama aku menginjakkan kaki di sebuah kota pertengahan Sumatera.

Awal bulan Juli, aku beserta kelima temanku diutus untuk melakukan praktik terakhir disana. Berangkat tergesa-gesa di temani rintik hujan subuh itu tetap menjadi salah satu pengalaman yang takkan terlupakan, terlebih dua sahabat kesayangan mengantarkan serasa tak ingin kita terpisahkan. Disamping itu crowded bandara Soekarno Hatta pagi itu sungguh menambah daya gedor agrenalin kita. Merasa sangat terburu-buru dan panik. Entah apa yang kita takutkan, yang teringat jelas adalah kita sedang terhimpit oleh sempitnya waktu yang terpampang di Fossil dual time pemberian ibuku tercinta.

Singkat cerita sebuah pelukan memisahkan aku dengan kedua sahabatku tersebut, mengantarkan aku beserta kelima rekan tim ku memasuki boarding pass untuk segera masuk ke Lion Air yang terlihat sudah siap memberangkatkan dirinya. "Yap, semua telah beres, tinggal sedikit menunggu waktu dan sembari matahari menampakkan dirinya, kita akan melihat semuah kota dimana kita akan tinggal disana selama 5 bulan nanti", batin ku serasa berbicara dengan rekan-rekan timku.

Tak terasa lelap tidurku pagi itu telah berhasil memindahkan ragaku ke bandara Sultah Thaha, secepat kilat aku langsung berusaha menyapu pandang sekitarku, mengamati dan mencoba mengerti, karena sadar tidak sadar, masih ada yang tertinggal di sana, ya di ibu kota - mengganjal - tapi apa itu? pikiranku pun tak mampu mengartikannya. Yang terpenting sekarang, aku harus menekan beberapa digit nomor di HP ku untuk menghubungi ibu Lili yang segera kami ketahui bahwa beliau adalah kepala sekolah SD.

Banyak pesan masuk tak lama setelah HP kembali menyala setelah di non aktifkan selama penerbangan. Akhirnya singkat cerita setelah bagasi selesai, kami telah di sambut oleh dua orang, yaitu ibu Lili dan pak Lucky. Namun di samping itu ternyata beliau berdua bersama dengan supir Sekolah yang akhirnya kami tahu namanya adalah mas Wanto. Segera Setelah memasukkan seluruh barang-barang kami yang hampir menyerupai orang ingin berpindahan rumah ke dalam mobil grand max. Setelah itu langsung saja sedikit chit-chat telah mengantarkan kami ke sebuah warung makan kecil yang ternyata menyediakan menu mie pangsit (yang kini menjadi makanan yang sungguh membuat hati dan lidah merindukan kota itu). Lapar, bingung, menerka-nerka, tak mengerti dan terus mencoba memahami sebenarnya apa yang sedang terjadi, benar-benar ngga terasa, aku udah di kota orang, sudah berada di belahan bumi yang berbeda. Selamat tinggal Jakarta.

***

Hari pertama masuk sekolahpun datang, segala persiapan rasanya sudah matang, sudah siap dengan segala alat perang yang ada. Yap, lets gooooo....

***

Sekolah itu, kepala sekolah itu, guru-guru itu, karyawan-karyawan itu, terlebih murid-murid itu, mengenalkanku akan sebuah arti dan makna hidup yang belum pernah aku dapat di perjalanan hidupku sebelumnya. Aku belajar tentang arti persahaban, tentang arti kekeluargaan, tentang arti keprofesionalitasan, dan tentang arti mengerti apa yang sedang aku jalani. Tentunya akan membutuhkan berlembar-lembar kertas jika aku harus menuliskan setiap kejadian dan kenangan yang telah aku lewati bersama mereka, intinya aku bersyukur Tuhan mengijinkan mereka boleh ikut terlibat dalam kehidupan singkatku ini. Meskipun hanya 4 bulan, mereka telah berhasil mengisi ruang-ruang kosong dihati ini. Aku berjanji akan membawa setiap mimpi hingga di puncak nanti, menerbangkannya, agar terbang lebih tinggi lagi.

Sebenarnya berat rasanya harus berpisah dengan mereka, dengan setiap kehangatan dan kepedulian yang mereka sediakan bahkan mereka berikan. Namun inilah kehidupan, yang berpijak pada sebuah bongkahan besar hasil ciptaan Tuhan -akan terus berputar- Menjalani dengan hati penuh syukurlah yang dapat membuat kaki ini tetap melangkah dan badan ini mampu berdiri tegak.

***

Segala bentuk ucapan terimakasihpun rasanya tidak akan mampu mewakili apa yang telah aku dapat disana, apa yang telah mereka berikan kepadaku disana. Maafkan jika aku sempat menodai, maaf jika aku sempat mengatai, maaf jika aku sempat mengeluhkan, yang jelas, kenangan ini akan aku jaga, akan aku bawa hingga aku mati nanti.

Biarkan kehendak Tuhan yang akan mempertemukan kita lagi, entah di bumi ini, atau di sana nanti...

salam,
the sleeper.

No comments:

Post a Comment