Thursday, February 15, 2018

Irama Kini atau Nanti

Tak ada hal yang lebih memilukan dibanding garam yang tak lagi asin. Tak ada kisah yang lebih menyedihkan dibanding daun yang tergeletak lemas tak berdaya tersapu angin dari sang dahan. Tak ada yang lebih membingungkan untuk melihat 2 sisi mata koin secara waktu yang bersamaan.

Orang bertanya-tanya tentang tujuan tentang masa depan. Orang sibuk saling mengejar kenyamanan nanti dan mengorbankan saat ini. Orang menjual diri untuk pengakuan, untuk pernyataan awal bukan sebuah kesimpulan. Orang akan susah makan jika tak menjadi serupa atau setidaknya tidak berbeda. Lalu kemunafikan menjadi hal yang biasa, seolah sudah menjadi sebuah irama, merasionalkan untuk menerimanya saja.

Rasio kehidupan seolah sedang disempitkan dan disederhanakan dalam sebuah panggung hiburan. Dimana esensi tak menjadi apa, asal sensasi berkesan untuk semesta. Pengertian tak menjadi hal yang utama, selama semua bisa menarik emosi, entah tentang tangis, atau tawa. Atau hal-hal akan jauh lebih menarik jika bukan bicara tentang visi atau prestasi, justru sekedar tentang citra atau retorika.

Angin akan selalu mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Lalu air akan terus mencoba menuju peristirahatannya. Dunia juga akan terus berputar, tergantung daun akan tergerus derasnya perubahan atau memilih memilih menjadi racun untuk dirinya sendiri.

No comments:

Post a Comment