Thursday, April 18, 2013

Standing on 2958 mdpl

Senja kala itu serasa enggan untuk datang, meski angan telah berkelut dengan fantasi kejadian malam nanti. Jam dinding di ruang perkuliahan menjadi saksi, enggan bergerak, sangat lambat dalam berputar, waktu seperti terhenti menghepas semua arti dari menanti. Yap, akhirnya, semua acara perkuliahan selesai. Kumasukkan semua alat tulis kedalam tas samping ramping. Sedikit berpamitan, langkah langsung melangkah, bahkan sedikit berlari. Hati menjadi tidak sabar seakan ingin cepat sampai pukul 10 malam nanti.

Yah, begitulah sedikit gambaran tentang penantianku akan pendakian MT Gede yang akan dilaksanakan sebentar lagi. Acara pendakian bersama yang dikoordinasi oleh Organisasi Pecinta Alam UPH "Astrabratha". Aku dengan Hendrik salah satu teman terbaikku, tergabung dalam acara ini. Persiapan selesai, Carrier, Sleeping Bag, Logistic, Water, Coconut and Brown Sugar, Mantel, Flashlight, Ropes, Dagger, dan tekat, semua telah masuk dan tertata rapi. Akhirnya kita menuju Building B sebagai titik poin pertemuan pertama tim pendaki.

Setelah briefing singkat, kami berkumpul dengan regu kami masing-masing, hal tersebut untuk mempermudah perjalanan dan packing kita. Bus melaju kencang menuju titik pendakian kita, mengantarkan kita tepat di bawah jalur pendakian Cibodas, MT Gede. Namun ini bukan jalur pendakian rencana kami, akhirnya kami mencari kendaraan yang lebih kecil untuk mengantarkan kami ke jalur pendakian Putri. 




Fajar masih belum menunjukkan terangnya, namun alunan kokok ayam menandai bahwa saat itu akan segera pagi. Dengan mata yang masih terkantuk karena kurang istirahat semalam di kendaraan, aku pun tertidur di angkot yang sedang melaju kencang mengantarkan kami ke jalur Putri.

Tersentak ketika bemper mobil serasa menabrak sesuatu yang keras, ya benar, ternyata bemper mobil yang kami tupangi menabrak aspal jalanan itu sendiri. Kondisi jalan yang lebih mirip menyerupai sungai kering ini memperlambat laju kendaraan kami. Beberapa kali kami terpaksa turun dan mendorong mobil karena medan yang manantang tersebut. Perlahan tapi pasti, terbantu sinar matahari yang masih redup mata kami terperana oleh megahnya gunung didepan kami, ya itu adalah MT Gede, sebuah gunung dengan ketinggian 2958 mdpl.

Sesampainya di pos keberangkatan, kami berkumpul, memeriksa kembali perlengkapan kami, dan tidak lupa kami juga berdoa untuk keselamatan acara pendakian kami ini. Diluar dugaan aku sebelumnya, ternyata banyak regu pendaki dari kelompok-kelompok lain. Setelah usai berdoa dan berkumpul masing-masing tim, kami pun langsung menuju ke pos pemeriksaan awal terlebih dahulu, hal tersebut sebagai regristasi atas pendakian yang kami lakukan.




Yup, langkah awal telah kami lewati, sekarang adalah acara sesungguhnya. Kami melangkah bersama dengan grup kami masing-masing. Langkah awal memang selalu terasa lebih berat, mencoba menggerogoti tekat yang telah kami bawa sebelumnya. Berlahan tapi pasti, kami memasuki pintu gerbang dari hutan MT Gede, sebuah hutan lindung dengan segala keasriannya. Selama perjalanan tidak disangka ternyata masih banyak lagi kelompok pendakian dari daerah-daerah yang berbeda-beda.









Setalah berjuang keras, mengalahkan segala rasa lelah, langkah kami mengantarkan setiap perjuangan keras kami menuju tujuan perkemahan kita, Surya Kencana, lahan luas yang terhempas ribuan edelweiss. Mengalir kecil sebuah mata air, yang membentuk sungai kecil. Ohh, seperti di surga, indah, sejuk, dan tak dapat terdefinisikan. 










Setelah usai membangun tenda dan mengisi perut kami, banyak diantara kami memilih untuk beristirahat, memanjakan diri setelah beberapa jam sebelumnya kami berjuang keras dengan akar-akar pohon, serta batu dan kerikil. Sore sebentar lagi akan digantikan oleh gelap malam, begitu ramainya diatas sana, serasa bukan diatas gunung, lebih tepat mirip pasar. :D.

Pengalaman ini menjadi pengalaman yang begitu tidak akan terlupakan, ketika kalbu terbuka, mengantarkan pandangan kita dekat kepada sang bintang. Sebegitu dekatnya, hingga seolah kita dapat menyusunnya dan dapat menggapainya, begitu terang, begitu nyata, sungguh karena perbuatan Tangan sang Kuasa. Puncak yang dipadati oleh para penikmat alam lainnya menjadi malam yang begitu ramah, dilain teman-teman dari UPH yang begitu ramah dalam menghabiskan malam bernuansa taburan ribuan bintang. Tatkala itu juga, rencana telah tersusun, subuh kita akan meraih matahari, menjemputnya di ufuk timur.

Bintang telah kembali ke pelataran tata surya, digantikan hangatnya cahaya sang mentari pagi itu. Namun sayang, karena kendala teknis, kami harus mengurungkan niat kami menyambut datang mentari di puncak Gede. Tidak ada kekecewaan, hanya sedikit harapan yang harus kami relakan. Selesainya kami menyantap roti, kami packing semua barang-barang kami. Meskipun sinar mentari telah silau menyinar, puncak Gede tetap menjadi tujuan kami. Semua telah masuk kedalam carrier kami masing-masing. Mengabadikan momen dengan berfoto, serta melakukan pengecakan terakhir kamipun bersiap menuju puncak 2958 mdpl itu.

Dengan perjuangan serta harapan, kami dapat meraihnya, pekat, lekat tertutup awan beraroma belerang. Jurang kawah menantang dalam tepat disamping kami, terbentang luas dengan segala aktivitasnya. Sedikit mengabadikan pemandangan, kamipun bergegas melanjutkan perjalanan pulang kami, yang membedakan adalah kami tidak kembali melalui jalur putri, kami menuruni jalur Cibodas.

Meluncur deras langkah kami menapaki setiap bebatuan maupun akar pepohonan. Tidak terasa, Kandang Badak menjadi tempat peristirahatan kami berikutnya. Karena terpisah cukup jauh, kami terpaksa beristirahat lama di tempat ini, mengisi waktu makan siang kami dengan candaan maupun lantuan suara radio.

Banyak yang telah terjadi, beberapa diantara kami mengalami cidera, beberapa dari kami terpaksa memerlukan beberapa perawatan. Namun mau bagaimanapun, kami tetap harus menapaki jalan turunan ini, untuk mengantarkan kami ke UPH. Dengan sisa semangat yang kami miliki kami melanjutkan perjalanan turun kami.

Setelah semua berkumpul dan beberapa telah cukup lama beristirahat, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang kami melihat saat itu matahari sudah mulai condong ke ufuk barat. menapaki kaki di terjal bebatun terkadang membuat jari-jari aku merasa nyeri, namun tekat sudah pasti, ini adalah jalan yang harus aku lalui. Mendengar deras suara air membuat aku bertanya, iya, itu aliran sungai hangat yang sering aku dengar dari cerita-cerita orang. Berbayang jauh dalam pandangan, terdengar lembut dalam lantunan, beberapa orang sedang menikmati hangat aliran sungai sembari ercanda tawa ditemani rintik-rintik air hujan. Ingin rasanya berhenti sejenak merasakan sama seperti yang mereka rasakan, namun situasi tidak memungkinkan, hujan mulai turun deras, waktu semakin terkikis habis. Kamipun melanjutkan perjalanan pulang ini.

Dengan melalui tepi jurang yang cukup terjal, rombongan pertama sampai di pos terakhir. Pertigaan kepemukiman dan kearah air terjun yang berjarak hanya 300 meter. Aku beserta beberapa teman memutuskan untuk pergi ke air terjun demi memenuhi kebutuhan mineral kelompok kami. Beberapa diantara kami juga memilih tinggal untuk beristirahat sembari menunggu rombongan yang akan datang. Dengan menapaki jembatan yang sudah mulai rapuh aku dan sahabatku melangkahkan kaki menuju hempasan tebing yang berhiaskan air. Tidak berjalan lama, kami langsung sampai di air terjun Cibaureum (maaf kalau salah spelling :D). Pemandangan yang luar biasa terhempas begitu indah, terdapat 3 air terjun besar menantang didepan kami. Singkatnya, setelah kami mengabadikan beberapa foto dan mengisi penuh botol persediaan air, kami langsung menuju ke pos semula.

Sebentar lagi malam datang ketika rombongan terakhir baru sampai. Langsung saja kami menuju pemukiman untuk menuju parkir bus yang akan mengantarkan kami ke UPH. Tepatnya pukul 21.00 ketika seluruh dari kami berhasil mencapai parkir bus.

Sungguh perjalanan yang sangat luar biasa, mengenal bagiaman karakter mahasiswa UPH dalam melakukan perjalanan pendakian menjadi sensasi tersendiri yang dapat aku rasakan. Menantang tingginya awan, menerjang derasnya hujan. Aku berhasil menapakkan kakiku di ketinggian 2958 mdpl. Sungguh alam indah terbentang luas, merayu kita untuk merawatnya sebagai warisan kepada anak cucu kelak. Ketinggian mewakili ketakutan, tekat mewakili keberanian. Kami telah melaluinya, kami telah melewatinya.

Ucapan syukur kepada Sang Pencipta atas dunia ini. Bersyukur untuk setiap yang terlibat dalam pendakian ini. Pak John beserta anaknya, panitia dari Mapala UPH, sahabat saya Hendrik Wijaya, Kak Yosua atas bimbingannya, kak Oliv, Aldi, Edgard, dan semua yang ikut serta dalam pendakian tersebut. GBU

No comments:

Post a Comment